Entah kata apa yang bagus saya gunakan untuk menggambarkan kondisi
kami saat ini. Kami. Ya, kami. Para mahasiswa penulis skripsi...
Mungkin kata GALAU adalah kata yang tepat. Selain kata ini
sedang nge-trend saat ini (walaupun kata ini sebenarnya adalah
kosakata lama bahasa Indonesia, tidak tahu siapa yang mempopulerkannnya
sekarang), kata ini menurut KBBI berarti pikiran yang kacau, tidak
karuan.
Sebelum bercerita lebih panjang-lebar bahkan tinggi-luas, sebaiknya
saya perkenalkan siapa kami. Kami adalah mahasiswa. Tentu, karena kami
sedang menulis skripsi. Kampus kami adalah universitas swasta di
Sulawesi Utara yang saat ini sedang mengalami "cedera" parah akibat
konflik internal. Walaupun begitu, kami tetap mencintai kampus itu.
Universitas Kristen Indonesia Tomohon di bawah naungan Yayasan Perguruan
Tinggi Kristen GMIM adalah kampus yang kami maksud.
Nah, kata Tukul Arwana alias Reinaldi alias Rei rei rei
reinaldi alias puas?! puas?! puas?! Kita kembali ke laptop! Saya akan
menceritakan kisah kami yang dalam perjuangan menyelesaikan kuliah.
Hmmm... saya mulai dari mana yaa? Mungkin yang paling 'gede' badannya
:)
Nama teman atau lebih tepatnya SAHABAT (ingat, tak lebih dari sekedar
itu!) saya itu adalah Yan Okhtavianus Kalampung. Kami biasa
memanggilnya Yan (walaupun di tahun kemarin banyak yang memanggilnya
dengan sebutan Cicooo, yang diucapkan dengan teriakan, entah mengapa).
Postur tubuh sahabat saya yang satu ini bisa dikatakan yang paling
besar di antara teman-teman seangkatan lainnya. Pasalnya berat badannya
lebih dari 100 kilogram (trus aku harus bilang "WOW" gitu?) tapi
untungnya ia memiliki tinggi yang sepadan, sekitar 180 sentimeter,
sehingga tidak terlihat bengkak.
Yan sama dengan saya yaitu sama-sama laki-laki yang pencinta wanita
bukan sesama jenis. Tidak, tidak. Bukan itu maksud saya. Yan sama dengan
saya yaitu sama-sama mahasiswa penulis skripsi. Oh iya, saya hampir
lupa, kami adalah mahasiswa di Fakultas Teologi (yang tidak tahu apa itu
Teologi, silahkan search di Google). Skripsi yang sedang digeluti oleh
Yan terbilang cukup rumit dengan dosen pembimbing yang cukup
menantang, Guru Besar kami, Pdt. Prof. DR. W.A. Roeroe. Skripsi Yan
adalah membahas keseluruhan Kitab Pengkhotbah.
Sejauh ini atau lebih tepatnya seberapa jauh yang dimaksud
adalah 8 bulan sejak mendaftarkan diri sebagai mahasiswa penulis
skripsi, tidak ada hal istimewa yang dibuatnya untuk skripsi yang
sedang digelutinya. Paling sering ia hanya membaca Alkitab khususnya
Kitab Pengkhotbah, lalu berpikir sejenak, merenung, menerawang, bahkan
tertawa kecil hingga besar, dan diam kembali. Tak tahu apa yang
membuatnya begitu.
Rutinitas lainnya adalah nonton film. Ini yang paling sering
dilakukan. Bisa dibilang sudah jutaan film sudah ia tonton. Dari film
kartun sampai film perang dan film yang ada adegan "perang" di ranjang
sudah ditontonnya. Alhasil, skripsinya terbengkalai. Seperti cinta yang
bertepuk sebelah tangan, tak dihiraukan. Kasihan.
Oh iya, masalah cinta juga berpengaruh dalam hal ini.
Sahabat saya ini, sudah sekian lama berpetualang di dunia jomblo.
Saking lamanya ia menjomblo, janggutnya pun semakin panjang tak
terurus. Harus diakui bahwa masalah yang satu ini adalah pergumulan
yang perlu disingkirkan. Sesuai pengakuannya, masalah tak ada pacar
sangat mengganggunya. Tapi syukurlah, akhir-akhir ini ia sudah punya
"target operasi" yang sedang ia perjuangkan menjadi kekasihnya. Semoga
beruntung masbro!!
Sekian untuk Yan. Selanjutnya, sahabat saya yang lain,
namanya Nesyia Tulung. Saya tegaskan, dia adalah PUTRA Tombulu asli,
BUKAN seorang gadis! (Jangan salah kaprah dengan namanya). Dari segi
postur tubuh, tak usah diragukan lagi. Dengan postur tubuhnya itu
ditambah dengan wajah yang ganteng, sudah banyak gadis yang jatuh hati
padanya.
Nesyia, begitu kami memanggilnya, adalah sama dengan saya
dan Yan. Seorang penulis skripsi tentang Sejarah Gereja. Sang
Historian. Bisa dikatakan apa yang terjadi dengannya sekarang sama
dengan yang dialami oleh Yan, sama-sama GALAU. Sudah sekitar 8 bulan
juga ia bergulat dengan skripsinya, hasilnya pun selalu sama, Nesyia
K.O dan skripsinya menang mutlak!
Akibatnya, ia pun mengambil keputusan untuk meninggalkan kami di
tempat kos yang hampir rubuh ini dan pulang ke kediamannya, menyegarkan
semangat mahasiswanya bersama keluarganya.
Selama di tempat kos, Nesyia selalu berteriak sendiri.
Entah karena apa. Tapi yang jelas itu dilakukannya berkali-kali; entah
dari baru bangun pagi maupun sebelum tidur. Mungkin suatu ritual
menyingkirkan kegalauannya. Kasihan dia.
Akhir-akhir ini dia punya hobi yang sama dengan Yan, nonton film.
Setiap kali dia datang mengunjungi saya di kos, pasti yang ditanyakan
"Ada film baru apa, bro?". Alhasil, perkembangan skripsinya pun sama,
skak-mat di tengah perjalanan.
Salah satu kelompok ekstrakulikuler kampus yang ia ikuti juga
terbengkalai, yaitu paduan suara. Nesyia sudah tak pernah ikut latihan
lagi semenjak ia keluar dari kos dan memutuskan tinggal di rumahnya.
Selanjutnya, saya. Kondisi saya lebih-kurang sama dengan
dua sahabat saya di atas. Sama-sama GALAU. Prosesor otak kami hampir
rusak akibat bencana kegalauan ini. Pastinya, saya juga adalah
mahasiswa penulis skripsi yang juga sudah 8 bulan meng-anaktiri-kan
skripsi yang menjadi tugas saya.
Sebenarnya, 5 bulan semenjak saya mendaftarkan diri sebagai penulis
skripsi di fakultas, semuanya berjalan dengan lancar. Saya bahkan sudah
lolos proposal dari dosen pembimbing saya, Pdt. Lientje
Pangaila-Kaunang, D.Th. Saya juga sudah memasukkan bagian Pendahuluan
kepadanya. Namun, semuanya mulai berubah sejak saya dibuat pusing dengan
sidang-sidang mahasiswa yang harus saya buat. Memang, waktu itu saya
adalah Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas. Urusan membuat sidang
mahasiswa sebenarnya tidak serumit apa yang saya jalani, walaupun saya
bekerja sendiri sejak Sekretaris saya tidak lagi aktif dalam lembaga
kemahasiswaan ini. Tetapi, semuanya menjadi sulit ketika para "pembesar"
di tiap-tiap angkatan juga tidak mengindahkan undangan sidang yang
juga menjadi tanggungjawab mereka. Alhasil, Sidang Paripurna Mahasiswa
pun tak kunjung dilaksanakan, apalagi Sidang Umum Mahasiswa, hanya
menjadi mimpi belaka.
Empat bulan terlewati, kami memasuki bulan KKN, bulan
Juli-Agustus. Dengan adanya program ini, kami pun harus meninggalkan
kehidupan kami di kampus dan tinggal selama dua bulan di lokasi KKN.
Skripsi semakin terbengkalai.
Singkat cerita, KKN pun selesai. Bulan September menjadi bulan
pembuka semester yang baru. Keadaan semakin kritis, sebab waktu ujian
seminar semakin dekat, yaitu bulan Oktober. Mau tidak mau kami pun
terdesak oleh waktu. Konsekuensinya, jika buang-buang waktu lagi, maka
angka romawi semester kami akan kehilangan huruf "I" dibagian depannya
dan akan tersisa huruf "X". Itu adalah MALAPETAKA!!
Walaupun begitu, salah satu teman kami, Lia Cheri Ratela, sudah
mengikuti ujian skripsi baru-baru ini. Saya pribadi, salut dengannya
sebab bisa selesai dengan (katakanlah) tepat waktu.
Mungkin,
kini adalah waktu bagi kami. Tak ada lagi waktu bermalas-malasan.
Selesaikan tugas, tanpa banyak bicara. Istilah kerennya, talk less do
more.
Apa sebenarnya maksud catatan ini? Sebenarnya catatan ini hanya
sebagai obat penawar dari "kemabukan" bermalas-malasan. Penyadar dari
matinya kreatifitas. Sekaligus stimulun agar kita semakin kuat
menyelesaikan semua ini dan pergi dari kampus ini, berkelana di dunia
luar, mengembangkan ilmu, ke Jogjakarta bahkan ke Universitas Harvard.
Saya yakin, meski dalam kegalauan ini, kami (saya, Yan dan
Nesyia yang ada di catatan ini) dan teman-teman lain akan meraih
kesuksesan di jalannya sendiri.
Sudah saatnya, kita tunjukkan kepada dunia, siapa diri kita!
Semoga bermanfaat!
bersambung...
01/10/12
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Tulisan yang membuat seutas senyum, saya pun mahasiswa yang sedang menjalani skripsi. Kalimat terakhirnya keren, sebagai obat penawar dari "kemabukan" bermalas-malasan. Penyadar dari matinya kreatifitas. Sekaligus stimulun agar kita semakin kuat menyelesaikan semua ini. Lanjutkan!
Posting Komentar