01/10/12

Catatan Perjuangan Mahasiswa Penulis Skripsi (1)

Entah kata apa yang bagus saya gunakan untuk menggambarkan kondisi kami saat ini. Kami. Ya, kami. Para mahasiswa penulis skripsi...

Mungkin kata GALAU adalah kata yang tepat. Selain kata ini sedang nge-trend saat ini (walaupun kata ini sebenarnya adalah kosakata lama bahasa Indonesia, tidak tahu siapa yang mempopulerkannnya sekarang), kata ini menurut KBBI berarti pikiran yang kacau, tidak karuan.

Sebelum bercerita lebih panjang-lebar bahkan tinggi-luas, sebaiknya saya perkenalkan siapa kami. Kami adalah mahasiswa. Tentu, karena kami sedang menulis skripsi. Kampus kami adalah universitas swasta di Sulawesi Utara yang saat ini sedang mengalami "cedera" parah akibat konflik internal. Walaupun begitu, kami tetap mencintai kampus itu. Universitas Kristen Indonesia Tomohon di bawah naungan Yayasan Perguruan Tinggi Kristen GMIM adalah kampus yang kami maksud.

Nah, kata Tukul Arwana alias Reinaldi alias Rei rei rei reinaldi alias puas?! puas?! puas?! Kita kembali ke laptop! Saya akan menceritakan kisah kami yang dalam perjuangan menyelesaikan kuliah. Hmmm... saya mulai dari mana yaa? Mungkin yang paling 'gede' badannya :)
Nama teman atau lebih tepatnya SAHABAT (ingat, tak lebih dari sekedar itu!) saya itu adalah Yan Okhtavianus Kalampung. Kami biasa memanggilnya Yan (walaupun di tahun kemarin banyak yang memanggilnya dengan sebutan Cicooo, yang diucapkan dengan teriakan, entah mengapa). Postur tubuh sahabat saya yang satu ini bisa dikatakan yang paling besar di antara teman-teman seangkatan lainnya. Pasalnya berat badannya lebih dari 100 kilogram (trus aku harus bilang "WOW" gitu?) tapi untungnya ia memiliki tinggi yang sepadan, sekitar 180 sentimeter, sehingga tidak terlihat bengkak.
Yan sama dengan saya yaitu sama-sama laki-laki yang pencinta wanita bukan sesama jenis. Tidak, tidak. Bukan itu maksud saya. Yan sama dengan saya yaitu sama-sama mahasiswa penulis skripsi. Oh iya, saya hampir lupa, kami adalah mahasiswa di Fakultas Teologi (yang tidak tahu apa itu Teologi, silahkan search di Google). Skripsi yang sedang digeluti oleh Yan terbilang cukup rumit dengan dosen pembimbing yang cukup menantang, Guru Besar kami, Pdt. Prof. DR. W.A. Roeroe. Skripsi Yan adalah membahas keseluruhan Kitab Pengkhotbah.

Sejauh ini atau lebih tepatnya seberapa jauh yang dimaksud adalah 8 bulan sejak mendaftarkan diri sebagai mahasiswa penulis skripsi, tidak ada hal istimewa yang dibuatnya untuk skripsi yang sedang digelutinya. Paling sering ia hanya membaca Alkitab khususnya Kitab Pengkhotbah, lalu berpikir sejenak, merenung, menerawang, bahkan tertawa kecil hingga besar, dan diam kembali. Tak tahu apa yang membuatnya begitu.
Rutinitas lainnya adalah nonton film. Ini yang paling sering dilakukan. Bisa dibilang sudah jutaan film sudah ia tonton. Dari film kartun sampai film perang dan film yang ada adegan "perang" di ranjang sudah ditontonnya. Alhasil, skripsinya terbengkalai. Seperti cinta yang bertepuk sebelah tangan, tak dihiraukan. Kasihan.

Oh iya, masalah cinta juga berpengaruh dalam hal ini. Sahabat saya ini, sudah sekian lama berpetualang di dunia jomblo. Saking lamanya ia menjomblo, janggutnya pun semakin panjang tak terurus. Harus diakui bahwa masalah yang satu ini adalah pergumulan yang perlu disingkirkan. Sesuai pengakuannya, masalah tak ada pacar sangat mengganggunya. Tapi syukurlah, akhir-akhir ini ia sudah punya "target operasi" yang sedang ia perjuangkan menjadi kekasihnya. Semoga beruntung masbro!!

Sekian untuk Yan. Selanjutnya, sahabat saya yang lain, namanya Nesyia Tulung. Saya tegaskan, dia adalah PUTRA Tombulu asli, BUKAN seorang gadis! (Jangan salah kaprah dengan namanya). Dari segi postur tubuh, tak usah diragukan lagi. Dengan postur tubuhnya itu ditambah dengan wajah yang ganteng, sudah banyak gadis yang jatuh hati padanya.

Nesyia, begitu kami memanggilnya, adalah sama dengan saya dan Yan. Seorang penulis skripsi tentang Sejarah Gereja. Sang Historian. Bisa dikatakan apa yang terjadi dengannya sekarang sama dengan yang dialami oleh Yan, sama-sama GALAU. Sudah sekitar 8 bulan juga ia bergulat dengan skripsinya, hasilnya pun selalu sama, Nesyia K.O dan skripsinya menang mutlak!
Akibatnya, ia pun mengambil keputusan untuk meninggalkan kami di tempat kos yang hampir rubuh ini dan pulang ke kediamannya, menyegarkan semangat mahasiswanya bersama keluarganya.

Selama di tempat kos, Nesyia selalu berteriak sendiri. Entah karena apa. Tapi yang jelas itu dilakukannya berkali-kali; entah dari baru bangun pagi maupun sebelum tidur. Mungkin suatu ritual menyingkirkan kegalauannya. Kasihan dia.
Akhir-akhir ini dia punya hobi yang sama dengan Yan, nonton film. Setiap kali dia datang mengunjungi saya di kos, pasti yang ditanyakan "Ada film baru apa, bro?". Alhasil, perkembangan skripsinya pun sama, skak-mat di tengah perjalanan.
Salah satu kelompok ekstrakulikuler kampus yang ia ikuti juga terbengkalai, yaitu paduan suara. Nesyia sudah tak pernah ikut latihan lagi semenjak ia keluar dari kos dan memutuskan tinggal di rumahnya.

Selanjutnya, saya. Kondisi saya lebih-kurang sama dengan dua sahabat saya di atas. Sama-sama GALAU. Prosesor otak kami hampir rusak akibat bencana kegalauan ini. Pastinya, saya juga adalah mahasiswa penulis skripsi yang juga sudah 8 bulan meng-anaktiri-kan skripsi yang menjadi tugas saya.
Sebenarnya, 5 bulan semenjak saya mendaftarkan diri sebagai penulis skripsi di fakultas, semuanya berjalan dengan lancar. Saya bahkan sudah lolos proposal dari dosen pembimbing saya, Pdt. Lientje Pangaila-Kaunang, D.Th. Saya juga sudah memasukkan bagian Pendahuluan kepadanya. Namun, semuanya mulai berubah sejak saya dibuat pusing dengan sidang-sidang mahasiswa yang harus saya buat. Memang, waktu itu saya adalah Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas. Urusan membuat sidang mahasiswa sebenarnya tidak serumit apa yang saya jalani, walaupun saya bekerja sendiri sejak Sekretaris saya tidak lagi aktif dalam lembaga kemahasiswaan ini. Tetapi, semuanya menjadi sulit ketika para "pembesar" di tiap-tiap angkatan juga tidak mengindahkan undangan sidang yang juga menjadi tanggungjawab mereka. Alhasil, Sidang Paripurna Mahasiswa pun tak kunjung dilaksanakan, apalagi Sidang Umum Mahasiswa, hanya menjadi mimpi belaka.

Empat bulan terlewati, kami memasuki bulan KKN, bulan Juli-Agustus. Dengan adanya program ini, kami pun harus meninggalkan kehidupan kami di kampus dan tinggal selama dua bulan di lokasi KKN. Skripsi semakin terbengkalai.
Singkat cerita, KKN pun selesai. Bulan September menjadi bulan pembuka semester yang baru. Keadaan semakin kritis, sebab waktu ujian seminar semakin dekat, yaitu bulan Oktober. Mau tidak mau kami pun terdesak oleh waktu. Konsekuensinya, jika buang-buang waktu lagi, maka angka romawi semester kami akan kehilangan huruf "I" dibagian depannya dan akan tersisa huruf "X". Itu adalah MALAPETAKA!!
Walaupun begitu, salah satu teman kami, Lia Cheri Ratela, sudah mengikuti ujian skripsi baru-baru ini. Saya pribadi, salut dengannya sebab bisa selesai dengan (katakanlah) tepat waktu.

Mungkin, kini adalah waktu bagi kami. Tak ada lagi waktu bermalas-malasan. Selesaikan tugas, tanpa banyak bicara. Istilah kerennya, talk less do more.
Apa sebenarnya maksud catatan ini? Sebenarnya catatan ini hanya sebagai obat penawar dari "kemabukan" bermalas-malasan. Penyadar dari matinya kreatifitas. Sekaligus stimulun agar kita semakin kuat menyelesaikan semua ini dan pergi dari kampus ini, berkelana di dunia luar, mengembangkan ilmu, ke Jogjakarta bahkan ke Universitas Harvard.

Saya yakin, meski dalam kegalauan ini, kami (saya, Yan dan Nesyia yang ada di catatan ini) dan teman-teman lain akan meraih kesuksesan di jalannya sendiri.
Sudah saatnya, kita tunjukkan kepada dunia, siapa diri kita!


Semoga bermanfaat!

bersambung...

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Tulisan yang membuat seutas senyum, saya pun mahasiswa yang sedang menjalani skripsi. Kalimat terakhirnya keren, sebagai obat penawar dari "kemabukan" bermalas-malasan. Penyadar dari matinya kreatifitas. Sekaligus stimulun agar kita semakin kuat menyelesaikan semua ini. Lanjutkan!

Posting Komentar