13/11/11

Mas dan Mbak: Suatu Paradigma Yang Keliru Tentang Keberadaan mereka

Suku Jawa (Jawa ngoko: wong Jowo, krama: tiyang Jawi) merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Setidaknya 41,7% penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa. Selain di ketiga propinsi tersebut, suku Jawa banyak bermukim di Lampung, Banten, Jakarta, dan Sumatera Utara. Di Jawa Barat mereka banyak ditemukan di Kabupaten Indramayu dan Cirebon. Suku Jawa juga memiliki sub-suku, seperti Osing dan Tengger.

Identitas seseorang dapat dikenali - dia adalah orang Jawa - dengan sapaan (kata ganti orang) mas untuk laki-laki, dan mbak untuk perempuan. Arti dari kedua kata ganti ini juga berbeda-beda; mas biasanya dipakai sebagai kata sapaan untuk saudara tua laki-laki atau laki-laki yg dianggap lebih tua, juga sebagai kata sapaan hormat untuk laki-laki, tanpa memandang usia (misalnya, apa kabar mas?), dan juga sebagai panggilan karib istri kepada suami. Begitu pula dengan mbak; mbak biasa dipakai sebagai kata sapaan terhadap wanita yang lebih tua (mbakyu), tetapi pun sebagai kata sapaan terhadap wanita muda. Nah, dari berbagai arti sapaan tersebut, ternyata juga berpengaruh terhadap keberadaan mereka khususnya profesi mereka.

Di beberapa tempat di Nusantara (di luar Jawa), kata sapaan mas maupun mbak artinya bervariasi. Ada yang berpendapat bahwa yang disebut mas itu pasti pedagang bakso, dan mbak itu pasti penjual jamu. Ada juga yang berpendapat bahwa mas itu pasti pedagang sayur atau penjual mainan keliling; misalnya: A: Mau ke mana dik? B: Mau beli sayur/mainan. A: Di mana/sama siapa? B: Tuh... sama mas-mas di depan. Namun, selain memandang kata sapaan itu langsung kepada profesinya, ada juga yang memang menggunakan kata sapaan (mas/mbak) itu untuk menegur seorang Jawa.

Hal di atas juga mungkin dipengaruhi oleh tradisi orang Jawa. Orang Jawa dikenal dengal orang yang suka bertani bahkan berdagang - salah satu hasilnya ialah pasar tradisional Jawa -. Orang Jawa juga dikenal dengan orang yang suka merantau. Di mana-mana - di Nusantara ini, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote - banyak orang Jawa, kebanyakan profesi mereka di perantauan adalah berdagang. Tidak kalah dengan orang Tionghoa. Sehingga pendapat di atas yang mengatakan bahwa mas/mbak itu identik dengan pedagang, ada benarnya (tentu saja jika dilihat dengan konteks ini). 

Tetapi, orang Jawa di Pulau Jawa sendiri ternyata telah mengalami banyak perubahan. Menurut Ahmad Tohari (Budayawan), "sikap orang Jawa dalam ”dol tikuku” (jual beli) atau menjadi pedagang, di masyarakat masih dianggap pekerjaan orang kecil dan tidak terhormat atau bukan pekerjaan yang dimulyakan. Sehingga orang jawa pada umumnya lebih senang jadi pegawai negeri meski jadi tukang sapu dari pada menjadi pedagang di pasar, walau penghasilannya lebih tinggi dari pegawai. Hal ini tidak lepas dari sejarah Mangkunegaran Surakarta (Solo), yang dilanjutkan dimasa penjajahan, dimana orang pribumi tidak diberi porsi sebagai pedagang, porsi tersebut diberikan kepada Cina, India dan Belanda sendiri. Sedang orang-orang Jawa diberi porsi sebagai pegawai kerajaan (pemerintah). Hal tersebut dapat kita rasakan hingga sekarang. Contoh, Pasar Wage Purwokerto pasar banyak di kuasai oleh orang-orang keturunan cina." Bahkan ia menambahkan, "padahal dalam tradisi Islam, terutama Nabi Muhammad Saw sendiri seorang pedagang dan bercocok taman (tani). Karena untuk meningkatkan kesejahteraan taraf hidup manusia pada umumnya, ekonomi yang menentukan, kemudian yang lain." Dengan kata lain, telah terjadi pergeseran paradigma tentang profesi dari orang Jawa (mas/mbak).

Jadi, di mana letak kekeliruannya?
Pertama, letak kekeliruannya ada pada arti sapaan mas atau mbak itu sendiri. Sesungguhnya kata mas/mbak itu adalah kata sapaan, bukan menunjuk pada profesi. Kedua, ketika orang Jawa menganggap pekerjaan sebagai petani atau pedagang itu adalah pekerjaan orang kecil dan tidak terhormat atau bukan pekerjaan yang dimulyakan, dan lebih memilih pekerjaan lain. Banyak orang yang malu disebut sebagai pedagang bakso (yang sebenarnya adalah seoarang pengusaha bakso) dan lebih memilih dipandang sebagai Pegawai Negeri, TKI, bahkan pembantu rumah tangga.

8 komentar:

Unknown mengatakan...

Menurut saya sih sapaan Mas/Mbak sama sekali tidak mendegradasikan posisi orang tersebut.. kan kalo orang Indonesia ga sopan manggil orang 'hey kamu' edun.. kesannya ga punya tatakrama gitu..
Saya Jawa Banten dan berbeda dengan orang Jawa asli yang memanggil mas-mbak atau kalo dulu kakang-mbakyu.. walaupun berbahasa Jawa kami menyapa kakak perempuan teteh dan yang laki-laki kakang jadi kakang-teteh, maklumlah campuran Jawa-Sunda karena yang perempuan mah orang Banten asli.. sekarang orang Banten mulai menyapa aa-teteh seperti orang Sunda kebawa kultur si teteh tapi bahasanya masih Jawa.. yah.. yang terpenting di mana bumi di pijak di situ langit dijunjung.. saya ga mau dong disapa.. "heh kamu" kan lebih enak disapa maap mbak begitu.. hehehehe

johan asaf mengatakan...

istilah mas mbak sekarang sudah mengalami perubahan makna, sudah mulai tidak dipakai untuk menyebut kepada kakak perempuan atau laki laki. tapi untuk orang yang tidak dikenal, bukan dalam lingkungan keluarga. mas mbak sudah identitk dengan pekerjaan tertentu yang termasuk dalam strata kelas bawah.

PIKIRAN KREATIF mengatakan...

Maaf apakah ini tidak termasuk jawanisasi jika memanggil orang lain mas/mbak dengan sebutan mas atau mbak?
Bukankah setiap etnis di daerah manapun punya sapaan akrabnya sendiri tersendiri?


Semoga tidak di jawanisasikan.

#salamNKRI

Anonim mengatakan...

Panggilan mas/mbak bukan berarti 'menjawanisasikan' karena kata mas/mbak sudah diserap di KBBI.

Gilang Rahmat Agung mengatakan...

Bagaimana kalau kita menyapa perempuan yg seumuran dg kita tapi tidak terlalu kenal dekat dg 'mbak'? Beberapa org tersinggung ketika disapa dg mbak menolak dianggap lebih tua

EKA BKJ mengatakan...

Nggak sepakat, kamu yang salah persepsi.

Buktinya adalah =
Ketua DPR RI, putri-nya Ibu Mega. Justru dipanggil-nya "Mbak Puan".
Mbak itu panggilan untuk menghormati senior tapi yang umurnya masih muda.

Unknown mengatakan...

Kata 'mas' dan 'mbak' sudah dipakai merata oleh hampir semua orang Indonesia apa pun sukunya. Buktinya hari ini Bapak walikota Cimahi yang orang Sunda menyapa penyiar wanita RRI Pro 3 Jakarta yang mewancarainya dengan kata 'mbak' bahkan sang penyiarnya juga bukan orang Jawa.

Unknown mengatakan...

Kata 'mas' dan 'mbak' sudah dipakai merata oleh hampir semua orang Indonesia apa pun sukunya. Buktinya hari ini Bapak walikota Cimahi yang orang Sunda menyapa penyiar wanita RRI Pro 3 Jakarta yang mewancarainya dengan kata 'mbak' bahkan sang penyiarnya juga bukan orang Jawa.

Posting Komentar