31/08/14

01 September 2014

Saat malam, saat semua sudah tertidur dan aku pun sudah berbaring untuk tidur, aku memutuskan untuk menulis ini. Saat aku tak bisa tertidur, aku kembali bangun, duduk menghadap laptopku dan mulai mengetik. Jari-jariku sudah berada di tombol-tombol huruf tapi pikiranku belum tahu mau mengetik apa. Aneh rasanya, saat aku ingin menulis tapi tak tahu ingin menulis apa...

Aku berdiam diri sejenak. Tanganku masih diam di atas keyboard. Aku merenung...


"Sayang..." jari-jariku kompak menekan tombol kata itu. Lalu terdiam lagi. Sejenak. Lalu melanjutkan mengetik...


"Di malam yang sunyi ini, saat kamu sudah tertidur, aku ingin menyampaikan ini kepadamu. Ini tentang rasa rinduku padamu, sayang." Cepat jari-jariku mengetik itu semua.


Seolah sudah terkonsep dalam pikiranku, aku melanjutkan kata demi kata itu...


"Jauh sekali kamu di sana, sayang. Terlalu jauh untuk ku lihat, terlalu jauh untuk ku peluk, terlalu jauh untuk ku cium. Jarak memisahkan kita, sayang. Juga teman-temannya, lautan, pulau-pulau, cakrawala, tanah, dan waktu. Mereka memisahkan kita, sayang. Aku pernah bilang kepadamu kan, sayang? Bahwa ada satu pulau besar yang membentang memisahkan kita, pulau Kalimantan namanya. Juga ada dua lautan besar yang membelah tempat kita, namanya laut Jawa dan laut Sulawesi. Ada sekitaran seribu tujuh ratus lima puluh empat kilometer jarak yang harus kutempuh untuk bisa ke tempatmu, melintasi cakrawala dan mengarungi lautan.. Apa kamu masih ingat, sayang?
 

Akibat semua itu, sayang.. Aku hanya bisa mendengar suaramu lewat telepon dan lewat layanan Blackberry Voice Note. Akibat semua itu, sayang.. Aku hanya bisa melihatmu lewat foto profil facebookmu, akun pathmu, akun twittermu, display picture Blackberry Message, dan foto-foto yang kamu kirim padaku. Dan akibat semua itu, sayang.. Aku hanya bisa mengetahui kabarmu dan cerita keseharianmu lewat SMS dan chatting di Blackberry Message.
 

Ironis memang saat kita berdua sedang jatuh cinta, kasmaran, dan merajut cinta yang menggebu-gebu itu kita harus terpisah. Kita bertemu dalam keterpisahan dan menjalin cinta dalam keterpisahan juga. Saat aku ingin terus memelukmu. Saat aku ingin terus mencium bibir dan tanganmu. Saat aku ingin terus berada di dekatmu. Aku harus pergi meninggalkanmu...
 

Tetapi sayang... meski begitu aku bangga padamu. Gadis cantik, polos dan anggun sepertimu mampu menerima semua itu walau berat. Mampu bertahan sejauh ini meski berat. Mampu menjalani hari-harimu tanpaku walaupun berat. Aku bangga padamu, sayang. Aku patut meminta maaf padamu karena meninggalkanmu dan aku patut berterima kasih kepadamu karena kamu mau berjuang dan tak menyerah terhadap aku. Aku salut padamu, sayang. Beruntungnya aku memilikimu...
 

Sayang... meski jauh, aku ingin mengajakmu merangkai cerita cinta kita. Aku ingin kita menulis cerita kita sendiri. Aku bosan membaca kisah cinta orang lain dari novel atau catatan mereka. Sudah saatnya orang-orang membaca kisah kita. Sudah saatnya kita menjadi inspirasi bagi orang-orang terlebih bagi para pasangan yang juga sedang berjuang dengan cinta mereka!!
 

Oleh karena itu, sayang.. Aku berharap kamu tidak membenci jarak dan teman-temannya, lautan, pulau-pulau, cakrawala, tanah, dan waktu. Bersahabatlah dengan mereka, sayang. Karena dengan begitu, kamu dan aku akan menjalin cinta ini seolah sedang tak terpisah. Biarkan jarak dan teman-temannya itu menertawai kita! Yakinlah, sayang, suatu saat nanti kita yang akan menertawai mereka karena berhasil mengalahkan mereka!! Ya..ha..ha..ha..ha..
 

Bulan ke-dua akan segera kita pijaki, sayang. Aku rasa, si Agustus tak pernah menyangka kita akan sampai di rumahnya si September. Aku tak tahu trik atau tantangan apa yang sedang dirancang oleh si September, sayang. Mungkin lebih berat dari apa yang sudah kita lalui bersama di rumah si Agustus. Tapi, yakinlah, sayang.. Saat tangan kita masih saling berpegangan, maka kita akan bisa melalui tantangan yang ada..
 

Sayang.. ayo kita mulai mengayuh lagi sepeda kita di bulan yang baru ini! Pasti akan ada kerikil tajam di jalan yang akan kita lalui, tapi percayalah... saat salah satu di antara kita hilang keseimbangan, salah satu di antara kita akan menopang kuat agar tak terjatuh... aku percaya itu, sayang.
 

Kita juga mesti berdoa kepadaNya, sayang. Berdoa kepada Dia, Si Pemberi Cinta itu: Tuhan, terima kasih karena Engkau masih menyertai hubungan kami. Kiranya penyertaanMu selalu kami rasakan meski kami terpisah. Kami mohon kepadaMu, ya Tuhan, kiranya Engkau mau memberikan kami kemampuan, kesabaran, dan keteguhan hati dalam menjalani hari-hari ke depan. Berikanlah kami hati yang tulus, pikiran yang bijak, dan pengertian saat masalah menerpa kami. Agar hingga pada saatnya kami dipersatukan dalam satu ikatan yang kudus, kami masih bisa memegang pada komitmen dan kesetiaan kami. Ampunilah kami jika kami berdosa kepadaMu, ya Tuhan. Inilah doa syukur dan pinta kami kepadaMu. Terimalah doa kami, ya Tuhan. Demi Kristus Yesus, AnakMu yang Tunggal, kami berdoa...
 

Semoga dengan berteman dengan jarak dan teman-temannya, dengan komitmen yang selalu diucapkan, dan dengan pertolongan dari yang MahaCinta, kita berdua akan selalu bersama...
Inilah rangkaian kata demi kata yang mengalir begitu saja di malam yang sunyi ini. Rangkaian kata demi kata yang kutujukan kepada kekasihku yang sangat ku cinta dan ku rindukan. Rangkaian kata demi kata untuk gadis sederhana namun spesial dalam hatiku. Rangkaian kata demi kata untuk dia... dia yang ku panggil sayang.. dia yang ku panggil G... dia yang ku panggil Grenda Frecya Finda Bujung..."
 

Dia belahan jiwaku... kepadanyalah kutuliskan semua ini...
Peluk dan cium untukmu, sayang...
Tuhan menyertai aku, menyertai kamu, menyertai KITA... amiiiiiiiiinnnn *KISS *HUG

Yogyakarta, 01 September 2014
01.40 WIB
--- Krueg

08/06/14

"Sajak bebas untuk srikandi: Saat perjuangan cita bertemu dengan perjuangan cinta"


Berkerut dahiku. Bahkan sampai memerah mataku, membaca segala tulisan yang amat abstrak ini.
Abstrak. Segalanya berbicara tentang sang Ilahi!

Aku menanggapi. Aku menganalisa dengan cara menafsirnya. Aku mencoba memahami apa yang ku imani!

Tak mudah memang. Apalagi jika menyikut alam berpikir filsafati! Juga, firman yang telah diterjemahkan itu mesti berdiskusi dengan konteks, di mana kita berpijak!

Sering, tangan ini tak mampu lagi menopang buku-buku itu depan wajahku. Bak pohon-pohon yang roboh diterjang ombak pantai Selatan hingga ke Malioboro!

Kadang juga, rasa rindu kepada seorang srikandi di jauh sana bisa menjadi penyemangatku, saat pikiran dan raga mulai melesu. Walau sering tak sampai karena begitu rapatnya pintu hati itu, tapi ku tahu ada sedikit yang tembus melalui celah-celah angin. Otakku menolak lupa tentang dirimu!

Pernah memang aku merintih karena kerinduan, seperti dan seperih apa yang dikatakan dan dirasakan Sujidwo Tedjo pada kekasihnya "Jika dengan j#ncuk pun tak sanggup aku menjumpaimu, dengan air mata mana lagi dapat kuketuk pintu hatimu?", tapi citaku ternyata lebih kuat, demi cintaku!

Inilah sedikit sajak bebas "di saat perjuangan cita bertemu dengan perjuangan cinta" keberikan untukmu wahai srikandi, misteri sang Ilahi.

*kurasa aku tak mau menafsirkan misteri sang Ilahi yang satu ini. Aku mau menikmati lekuk likunya!
(O2.27|270514|YK)

07/03/14

Wahai Malam

Wahai Malam...
dengan kegelapanMu, apa yang coba kau ajarkan terhadap kekosongan hatiku?
Hatiku kosong. Kosong hingga membuatnya gelap. Maksudku bukannya gelap total sih, wahai Malam...
tapi memang agak sedikit tidak berwarna hingga ia terasa gelap, kosong...

Ada titik-titik cahaya memang di sana. Bersinar... memberi nuansa tersendiri bagi hatiku yang kosong itu.
Titik-titik cahaya itu jika Kau bisa bayangkan, wahai malam... seperti ruangan kosong dan gelap namun sengnya bolong-bolong kecil di sana-sini sehingga cahaya mentari masuk ke ruang itu...
seakan memberi secercah harapan. Seakan ingin mengatakan masih ada cahaya yang bisa dinikmati...

Malam... memang aku punya sahabat-sahabat yang selalu bersamaku. Aku punya keluarga dan para saudara yang selalu menopangku. Mereka itulah yang kuibaratkan dengan titik-titik cahaya itu. Namun... rasanya tetap ada yang kurang. Ada yang hilang sejak setahun lalu, wahai Malam.

Ada orang yang dulunya selalu tertawa di ruangan itu,  marah, menangis, murung, bersemangat, namun kini dia sudah pergi meninggalkan ruangan itu.
Pernah dan masih ku terpikirkan untuk mencari atau bahkan menerima jika ada yang datang untuk menempati ruangan itu, wahai malam. Namun sepertinya belum ada yang pas dengan kursi spesial yang ada di ruangan itu. Satu-satunya kursi yang ada di sana. Mungkin kursi yang kusediakan di ruangan itu kurang nyaman. Atau mungkin mereka yang pada akhirnya tidak nyaman. Aahh... sama saja.

Wahai Malam... apa yang kau coba ajarkan kepadaku?
Bersabar?

[Malam hari. 23.45 7/03/14
Klitren Lor. Gondokusuman.
YK.]

24/02/14

Tanah nun Jauh Di Sana...

Malam ini aku memainkan lagu secara acak dari laptopku. Tak disangkah lagu pertama yang ku dengar adalah lagu "Oh Minahasa Kina Toanku / Oh Minahasa Tempat Lahirku" ...
 

Saat mendengar lagu itu, ada rasa yang bergejolak dalam hatiku. Pikiranku menerawang jauh ke tanah kelahiranku. Ada rasa rindu. Ingin bertemu dengan keluarga, saudara-saudara, dan para sahabat. Ada rasa ingin segera pulang...
 

Aku hanya bisa tersenyum. Hanya bisa menarik nafas panjang. Ini belum setengah jalan, pikirku. Perjuanganku di Kota Pelajar ini masih sangat panjang. Aku belum ingin kembali tanpa membawa oleh-oleh spesial dari perantauan...
 

Minahasa kina toanku... doakan aku di sini, Tou Minahasa yang berjuang di tanah orang...
 

"Oh Minahasa kina toanku
Selari mae unateku
Meilek ung kewangunanu
Ngaranu kendis wia Nusantara
Nuun Cingkeh Pala wo Kopra
Semateles malolowa...
Dano Tolour depo wo numamu
Terbur Lokon wo Soputan
Mawes umbawangunu..
Ohh.. Kina towanku Minahasa
Sawisa mendo endo leos
Paleosane matuari...
 

Oh Minahasa tempat lahirku
Sungguh bangga rasa hatiku
Memandang keindahanmu
Namamu masyur di Nusantara
Karena cengkeh pala dan kopra
Kagumkan pasaran dunia...
Danau Tondano dan sawah ladangnya
Asap Lokon dan Soputan menghias alamnya
Oh Minahasa tempat lahirku
Aku rindu setiap masa
Aman damai dan sentosa..."


Klitren Lor. Gondokusuman, YK. 23 Bulan 2 '14.